Rabu, 03 September 2014

Ma'af Yang Tak Sampai

     Pengalaman ini membuat aku berpikir lebih ketika ingin berkata. Terlebih dalam menahan emosi. Mungkin ini hal yang wajar saja bagiku karena hari ini ulangan Matematika. Hal yang membuat saya lebih serius sampai semua candaanku anggap serius. Saat itu juga aku masih SMP yang jelas masih labil terutama hal emosi.

Saat mengerjakan soal yang tinggal 3 atau 4 lagi dan waktu tinggal 10 menit. Aku masih melirik soal yang salah karena aku mengerjakan soal dengan bolpoin dari tidak memiliki tip-x aku meminjam ke temanku yang berada di belakang. Sebenarnya temanku mengizinkan ku meminjamnya, tetapi perempuan di sebelahnya menghalang-halangi. Tentu aku mulai naik pitam saat pengawas pergi aku menghampirinya.

“Kenapa?” tanyanya ketika aku menghampirinya dengan tersenyum dengan senyuman manis namun saat itu ku pikir adalah senyuman iblis. “Kenapa?” pakai senyum-senyum segala lagi, PUNYA DOSA NGGAK?” tanyaku dengan emosi. “Nggak apa-apa, lucu aja liat muka lu marah kayak gitu” sambil mempermanis senyumnya dengan lesung pipitnya itu seharusnya semua senang tapi aku masih termakan emosi. “Kenapa tadi pake acara ngalangin tip-x kaya tadi.” tanyaku sambil menunjuk” wajahnya. “Yee, salah sendiri, makanya jadi cowok modal dikit kali,” jawabnya dengan kasar dan menempis tanganku “HEY BERAPA SIH HARGA TIP-X? MURAHKAN? KALO PERLU HARGA DIRI LU GUE BELI!!!” aku membentaknya tak kuat menahan emosi. Kami berdua tak menyadari kalau kita berdua telah menjadi pusat perhatian. Beberapa orang menatapku benci walau ada yang menahan tawa sementara orang yang kusindir menatapku nanar untuk beberapa saat dia menatapku dalam-dalam, “LU, JAHAT” dia berteriak kecil sementara pengawas yang datang di depan pintu melihat bingung kondisi kelas. Perempuan itu mengambil soal dan berlalu di depanku sempat terdengar dia terisak, “Anak, aneh” gumamku dalam hati.

Keesokan harinya tidak banyak yang membicarakan tentang hal itu. Aku sendiri tak peduli dan orang yang ku sindir kemarin tampak duduk sendiri di bangkunya. Aku sendiri lebih memikirkan nasibku remidi matematika satu hal yang membuat “ngenes” karena seolah usaha tak ada gunanya.

Pada jam istirahat aku dipanggil oleh guru di ruang BP. Aku tidak pernah mengambil pusing karena ku pikir paling masalah temanku, sekaligus tetangga, sekaligus saudara atau tepatnya bebanku di sekolah. Bayangkan saja berapa kali aku jadi tukang pos surat SP untuk dia.

Tapi, tampaknya apa yang kupikirkan salah. Aku terkejut di ruangan ada pria paruh baya dengan anaknya yang tak lain perempuan yang ku sindir kemarin. Pria itu menghampiriku dengan wajah marah matanya tampak ingin keluar menerkamku dan “PPPLLAAAKKKK” tampara yang keras “Enak aja bilang anak orang dibilang murahan pernah diajarin sopan santun nggak mulut, lu!!!” bentaknya tepat di mukaku. Intinya di ruangan itu aku di maki-maki. Bukan hanya aku, tapi guru yang meleraiku juga ikut kena omel.
Akhirnya kepala sekolah turun tangan. Setelah berunding dengan masalah yang menurutku benar-benar sepele ini. Akhirnya aku meminta maaf kepada bapak dan anaknya. Memang sepertinya pria tersebut belum bisa memaafkanku dan anaknya hanya memandang dingin dengan wajah yang datar. Aku masih tak peduli yang penting masalah ini cepat selesai sebelum bel masuk berbunyi.

Bulan demi bulan telah berlalu dan tak terasa sudah ujian semester 1. Saat ujian aku juga masih sekelas dengannya. Sudah biasa aku tahu dari kakak-kakak kelasku kalau mid test dan ujian kelas sama hanya teman sebangku yang berbeda.

Saat memasuki kelas aku melihat perempuan yang ku sindir waktu itu. Dia membuang buku dan pergi berlalu di depanku. “Bosen gue liat muka lu” ucapnya saat pergi meninggalkan kelas dengan wajah merengut. “Kenapa dia belum maafin? Dasar anak aneh!” gumamku dalam hati.

Saat ujian berlangsung entah kenapa ada sedikit perasaan bersalah. Terkesan telat memang. Tapi, itu cukup mengganggu ku terlihat jelas dipikiranku seberapa jahatnya aku ketika itu. Kulirik dia di sebelah tepatnya 3 baris setelah aku. Tampak dia serius mengerjakan soalnya, sementara memori tentang itu terlihat semakin jelas.

Saat pembagian raport bayangan nilaiku sedikit turun, waktu peringkatnya naik. Perasaan bersalah itu masih saja terus menggangguku. “Kenapa perasaan sesal ini baru datang?” gumamku dalam hati. Menyebalkan memang aku terus memikirkan kejadian yang beberapa bulan lalu. Meski sudah  minta maaf perasaan sesal itu terus menghantuiku.

Saat libur semester satu aku masih memikirkannya. “Mestinya aku jalan-jalan bukan mikirin ginian” gumamku. Saat melihat langit-langit kamar yang memutar catnya dan beberapa sarang laba-laba yang menghiasnya. “Besok gue harus minta maaf sama cewek itu, hari pertama masuk sekolah.”

            Hari pertama masuk sekolah. Beberapa anak terlihat capek karena liburang atau lesu karena harus berhadapan dengan setumpuk tugas lagi. Bagiku ini kesempatan untuk melepas beban ini.

            Aku memasuki kelasnya. Aku tunggu dia sambil melihat-lihat kelas atau berbicara dengan orang yang di kelas. Beberapa melihatku aneh, memang aku jarang ke kelas ini atau paling tidak di depan kelas saja.

            Bel sudah berbunyi tapi aku belum melihatnya. “Apa dia tidak masuk”, pikirku.

            “Hey, tumben ke kelas gue tadi ada apa? Melamun lagi, mikirin apa sih?” ucap temanku Gesang, tapi dia bukan seniman kebetulan sekelas dengannya. “Nggak apa-apa Sang, cuma cewek yang gue sindir pas mid test ke mana? Dia nggak masuk?” tanyaku.

            “Kenapa nanyain dia, lu naksir ya? Alhamdulillah ternyata lu normal, ya?” BBBRRRRUUUKKK ku tinju dia tepat di wajah memang tidak keras dan tidak berbunyi seperti itu.

            “Enak aja, gue cuma minta maaf, emangnya ke mana dia?” tanyaku penasaran.
            “Dia pindah denger-denger juga pindah rumah ikut orang tuanya” jawabnya menjelaskan.
            “HAH, yang bener terus kenapa nggak ada yang peduli kayaknya kelas lu biasa aja tadi baru di kasih tahu apa?” tanganku kaget sekaligus penasaran.
            “Nggak udah lama dia pindah tapi ya gitu, di rumah jarang keluar, di sekolah juga jarang ngomong, pokoknya tertutup banget! Gue liat dia ngomong juga cuma pas kejadian kemarin nggak nyangka sampe segitunya.” Jelasnya.

            Penjelasan membuatku semakin lesu, aku memperhatikan lapangan  parkir dengan tatapan kosong. Pasti dia sakit hati. Penjelasannya semakin membuatku bersalah. Kenapa aku sampai sejahat itu pada perempuan itu. Dia nggak salah, cuma saat itu aku termakan emosi.

            “Kenapa?” tanya Gesang padaku yang melamun.
            “Nggak apa-apa, oh ya namanya siapa?” tanyaku penasaran
            Dia melihatku geli “Kayaknya lu naksir, sampe lupa sendiri, taukan gue males ngapalin nama cewek tanya aja yang sama yang laen” katanya mengejek.
            “Sembarangan, gue cuma minta maaf kalo gue nanya yang laen malah jadi gosip males gue” jawabku ketus.
            “Ya udah kalau nggak mau nanya, biarin aja sampe lu mati penasaran, karena nggak ketemu sama pujaan hati lu itu” jawabnya sambil pergi meninggalkanku yang disusul oleh sepatuku yang terbang.

            Saat di kelas aku termenung melihat halaman parkir di luar jendela tak kuhiraukan  teman sebelahku dan kedua teman kami di depan. Pikiranku masih memikirkan itu peristiwa dimana aku menyindirnya perempuan itu. Sampai kapan ini terus berlanjut memikirkan kata yang saat ini mudah untuk diucapkan, tapi entah kemana dia sekarang. Rasa sesal itu baru terasa memang telat tapi membebani kepalaku. Tampa kusadiri di jendela kulihat guru yang memfotoku saat aku melamun. Namun namamu saja aku tak tau bagaimana aku mencarimu. Satu hal yang inginku katakan Maafin gw udah ngehina lu, gw terlalu emosi, jadi tolong ma'afin, ya.  "SO, KEEP YOUR MOUNTH AND KEEP CALM"

Kenapa?

Ya, kenapa? Namanya Situs Keabadian. Jangan berpikir ini tentang "magic" atau yang lainnya. Isinya cuma karyaku seperti puisi dan cerpen. Bahasa juga formal tapi mungkin bisa santai lain waktu karena "LESTARIKAN BUDAYA BAHASA INDONESIA YANG BAIK DAN BENAR". Mungkin lain waktu bisa lebih santai bahasanya. Update mungkin jarang kalau sering juga dari HP Nokia 3110c. Jangan tanya kenapa namanya juga usaha. So, yours know who i am. I am newbie.